Menurut Undang-Undang No.
16 Tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka, Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dipaksakan ) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Disisi
lain masyarakat dapat dikatakan sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki
kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan fungsinya yang bisa ditunjukkan
melalui keikutsertaannya dalam pembiayaan negara. Maka, pemungutan pajak dari
rakyat dilakukan sebagai salah satu sumber modal atau dana untuk dapat mewujudkan
kesejahteraan seluruh masyarakat. Rakyat yang ikut serta membayar pajak dapat
dikatakan sebagai wajib pajak.
2.1. Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(UU.KUP.psl.1.no.28.th.2007)
Para ahli di bidang perpajakan mendefenisikan pajak
sebagai berikut :
Menurut S.I Djajadiningrat yang ditulis oleh Siti Resmi (2007:1), menyatakan
bahwa :
“ Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian
dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadilan, kejadian dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi
tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan secara umum. ”
Menurut
Prof.
Dr. P.J.A Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.
Santoso Brotodiharjo dalam buku “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “
mengemukakan
bahwa :
“
pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dalam menyelenggarakan
pemerintahan. “
Sedangkan
pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH., dalam
buku “ Teori Perpajakan dan Kasus” mengemukakan bahwa :
“
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
“
Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut :
“
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. “
2.2. Ciri-Ciri Pajak
Menurut Siti Resmi ciri-ciri
pajak adalah sebagai berikut :
1.
Pajak
dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
2.
Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi.
3.
Pajak
dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
4.
Pajak
diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila pemasukannya
masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
2.3. Fungsi Pajak
Fungsi pajak sebagai alat
untuk menetukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok
dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Maka, fungsi pajak tidak terlepas dari
tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan Negara. Dengan
demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan Negara menjadi
landasan tujuan pemerintah. Fungsi pajak terbagi menjadi dua, uraian mengenai
fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi
Budgetair (sumber keuangan Negara) yaitu, pajak merupakan sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
2.
Fungsi
Regulerend (mengatur) yaitu, pajak dijadikan sebagai alat mengatur
dan melaksankan kebijkan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.4.
Asas Pemungutan Pajak
Untuk dapat mencapai
tujuan dari pemungutan pajak, para ahli
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1.
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth
of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims",
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas Equality
(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian
hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar
akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment
(asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus
dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik),
misalnya di saat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau di saat wajib
pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency
(asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.
2.
Menurut W.J. Langen, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut :
a. Asas Daya Pikul:
besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan
wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
b. Asas Manfaat: pajak yang
dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
untuk kepentingan umum.
c. Asas Kesejahteraan:
pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
d. Asas Kesamaan: dalam kondisi
yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak
dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
e. Asas Beban Yang Sekecil-Kecilnya:
pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib
pajak.
3.
Menurut Adolf Wagner, asas
pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
a.
Asas
Politik Finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya
memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
b.
Asas
Ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya:
pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah.
c.
Asas
Keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
d.
Asas
Administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan
(kapan dan dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara
membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
e.
Asas
Yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan
Undang-Undang.
2.5. Asas Pengenaan Pajak
Terdapat
beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak
penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah :
1. Asas
Domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle):
berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan
perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau
berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di
negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut
asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan
asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan
baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar
negeri (world-wide income concept).
2. Asas
Sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara
itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3. Asas
Kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship
principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah
status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem
pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide
income.
2.6. Sistem pemungutan pajak
Dalam
merealisasikan penerimaan pajak yang optimal dan menggali objek pajak yang
potensial, secara garis besar ada tiga (3) sistem pemungutan pajak yang di
terapkan oleh pemerintah indonesia yaitu :
1. Official Assesment System
Adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a.
Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada fiskus.
b.
Wajib Pajak bersifat pasif.
c.
Utang pajak timbul setelah
dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Contohnya: Pajak Bumi dan Bangunan menganut sistem
ini, karena besarnya pajak yang terutang dihitung dan ditetapkan oleh fiskus
melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
2.
Self
Assesment System
Adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewang kepada Wajib Pajak untuk menentukan
sendiri besarnya Pajak yang terutang.
Ciri-cirinya
:
a.
Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
b.
Wajib Pajak Aktif, mulai dari
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPn. BM) menggunakan sistem
ini.Dengan diterapkannya sistem pemungutan yang seperti ini, diharapkan akan
mengatasi kelemahan dari stelsel campuran.
3.
With Holding
System
Adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh si Wajib Pajak.
Ciri-cirinya
: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain Fiskus dan Wajib Pajak.
Contohnya: Pihak perusahaan atau pemberi kerja
berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang harus dipotong atas penghasilan
yang diterima pegawainya. Kemudian perusahaan atau pemberi kerja tersebut harus
menyetorkan, dan melaporkan PPh pegawainya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
2.7. Pengelompokan Pajak
Pengelompokan Pajak terbagi
menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1.
Menurut
Golongannya, pajak terbagi menjadi 2 yaitu :
a.
Pajak
langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain,
tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
b.
Pajak
tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
2.
Menurut
Sifatnya, pajak di bagi dan dibedakan berdasarkan ciri-ciri prinsip yaitu :
a.
Pajak
subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib
Pajak, dan
b.
Pajak
objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3.
Menurut
Lembaga Pemungutannya
a.
Pajak
pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara, dan
b.
Pajak
daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
2.8. Subjek dan Objek Pajak
2.8.1. Subjek
Pajak
Subjek pajak merupakan
segala sesuatu yang memperoleh penghasilan menurut ketentuan harus membayar
,memotong atau memungut pajak.
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
a. orang pribadi.
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
c. Badan, dan
d. bentuk usaha tetap; adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.8.2. Objek
Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. hadiah dari undian atau pekerjaan
atau kegiatan, dan penghargaan.
c. laba usaha.
d. keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g. dividen, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan
hak.
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta.
j. penerimaan atau
perolehan pembayaran berkala.
k. keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
l. keuntungan selisih kurs mata uang
asing.
m. selisih lebih
karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi.
o. iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
p. tambahan kekayaan neto yang berasal
dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. penghasilan
dari usaha berbasis syariah.
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan, dan
s. surplus Bank Indonesia.
artikel yang bagusss
BalasHapusCoba lihat punya ane gannn
http://cokkotengok16.blogspot.co.id/2017/05/pengertian-pajak.html
makasih...
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan Dan Kriteria Tertentu Serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan menerbitkan aturan baru mengenai tata cara melakukan pencatatan serta pembukuan untuk tujuan perpajakan, sehingga nantinya Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) memiliki kepastian hukum, termasuk WP yang memenuhi kriteria tertentu dan dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi tetap wajib melakukan pencatatan. Selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/926/tata-cara-pencatatan-pembukuan-untuk-perpajakan/
BalasHapus