Selasa, 17 Desember 2013

Pengertian Umum Perpajakan




Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dipaksakan ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Disisi lain masyarakat dapat dikatakan sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan fungsinya yang bisa ditunjukkan melalui keikutsertaannya dalam pembiayaan negara. Maka, pemungutan pajak dari rakyat dilakukan sebagai salah satu sumber modal atau dana untuk dapat mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Rakyat yang ikut serta membayar pajak dapat dikatakan sebagai wajib pajak.


2.1.  Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (UU.KUP.psl.1.no.28.th.2007)
Para ahli di bidang perpajakan mendefenisikan pajak sebagai berikut :
Menurut S.I Djajadiningrat yang ditulis oleh Siti Resmi (2007:1), menyatakan bahwa :
“ Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadilan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum. ”
Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo dalam buku “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “ mengemukakan bahwa :
“ pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dalam menyelenggarakan pemerintahan. “

Sedangkan pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., dalam buku “ Teori Perpajakan dan Kasus” mengemukakan bahwa :
“ pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. “
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut :
“ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. “

2.2.  Ciri-Ciri Pajak
Menurut Siti Resmi ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut :
1.    Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
2.    Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi.
3.    Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
4.    Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.



2.3.  Fungsi Pajak
Fungsi pajak sebagai alat untuk menetukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Maka, fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan Negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan Negara menjadi landasan tujuan pemerintah. Fungsi pajak terbagi menjadi dua, uraian mengenai fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Fungsi Budgetair (sumber keuangan Negara) yaitu, pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
2.    Fungsi Regulerend (mengatur) yaitu, pajak dijadikan sebagai alat mengatur dan  melaksankan kebijkan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.4.  Asas Pemungutan Pajak
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, para ahli  mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1.    Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a.    Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b.    Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c.    Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya di saat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau di saat wajib pajak menerima hadiah.
d.   Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2.    Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut :
a.    Asas Daya Pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
b.    Asas Manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c.    Asas Kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d.   Asas Kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
e.    Asas Beban Yang Sekecil-Kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3.    Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
a.    Asas Politik Finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
b.    Asas Ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah.
c.    Asas Keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
d.   Asas Administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan dan dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
e.    Asas Yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

2.5.  Asas Pengenaan Pajak

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah :
1.    Asas Domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2.    Asas Sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3.    Asas Kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

2.6.  Sistem pemungutan pajak
Dalam merealisasikan penerimaan pajak yang optimal dan menggali objek pajak yang potensial, secara garis besar ada tiga (3) sistem pemungutan pajak yang di terapkan oleh pemerintah indonesia yaitu :
1.    Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a.    Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b.    Wajib Pajak bersifat pasif.
c.    Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Contohnya: Pajak Bumi dan Bangunan menganut sistem ini, karena besarnya pajak yang terutang dihitung dan ditetapkan oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
2.    Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya Pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a.    Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
b.    Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c.    Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPn. BM) menggunakan sistem ini.Dengan diterapkannya sistem pemungutan yang seperti ini, diharapkan akan mengatasi kelemahan dari stelsel campuran.
3.    With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh si Wajib Pajak.
Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.
Contohnya: Pihak perusahaan atau pemberi kerja berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima pegawainya. Kemudian perusahaan atau pemberi kerja tersebut harus menyetorkan, dan melaporkan PPh pegawainya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.

2.7.  Pengelompokan Pajak
Pengelompokan Pajak terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1.    Menurut Golongannya, pajak terbagi menjadi 2 yaitu :
a.    Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang  bersangkutan.
b.    Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
2.    Menurut Sifatnya, pajak di bagi dan dibedakan berdasarkan ciri-ciri prinsip yaitu :
a.    Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib Pajak, dan
b.    Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3.    Menurut Lembaga Pemungutannya
a.    Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, dan
b.    Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.8.  Subjek dan Objek Pajak
2.8.1.      Subjek Pajak
Subjek pajak merupakan segala sesuatu yang memperoleh penghasilan menurut ketentuan harus membayar ,memotong atau memungut pajak.
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
a.    orang pribadi.
b.    warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
c.    Badan, dan
d.   bentuk usaha tetap; adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.8.2.      Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
a.    Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b.    hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c.     laba usaha.
d.   keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e.    penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f.     bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g.    dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h.    royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i.      sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j.      penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k.    keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l.      keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m.  selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n.    premi asuransi.
o.    iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p.    tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q.    penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r.     imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan
s.     surplus Bank Indonesia.

2 komentar:

  1. artikel yang bagusss

    Coba lihat punya ane gannn
    http://cokkotengok16.blogspot.co.id/2017/05/pengertian-pajak.html
    makasih...

    BalasHapus
  2. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan Dan Kriteria Tertentu Serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan menerbitkan aturan baru mengenai tata cara melakukan pencatatan serta pembukuan untuk tujuan perpajakan, sehingga nantinya Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) memiliki kepastian hukum, termasuk WP yang memenuhi kriteria tertentu dan dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi tetap wajib melakukan pencatatan. Selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/926/tata-cara-pencatatan-pembukuan-untuk-perpajakan/

    BalasHapus